Kamis, 31 Maret 2011

Manajemen Nyeri

Ternyata tidak hanya urusan perusahaan atau kantor yang memerlukan manajemen tapi nyeri juga butuh manajemen. Seperti kita ketahui bahwa nyeri merupakan keluhan utama yang mendorong sejumlah pasien berobat ke dokter. Dari pengamatan, tidak kurang dari 50 % pasien dokter umum datang dengan keluhan ini. Dari bagian saraf tercatat 60 % penderita datang karena keluhan utama nyeri. Sementara itu di IGD dan poli Orthopaedi RS Siaga Medika Banyumas dilaporkan bahwa penderita yang datang dengan keluhan nyeri lebih dari 80 %.
Pernah ditulis dalam sebuah surat kabar di Jawa Tengah tentang kisah seorang bapak yang nekat mengakhiri hidupnya karena menderita penyakit dengan gejala nyeri kepala yang hebat. Mungkin benar yang dikatakan Albert Schweitzer bahwa nyeri merupakan suatu penderitaan yang lebih mengerikan daripada kematian itu sendiri. Sehebat itukah ?

Nyeri menurut Merskey adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan jaringan rusak atau jaringan yang cenderung rusak. Sistem saraf individu yang normal secara konstan selalu aktif meneruskan informasi ke otak, mengenai keadaan tubuh dan dunia luar yang merupakan lingkungan. Tetapi ada proses seleksi yang memungkinkan orang memusatkan perhatia pada satu dua hal sajayang dianggap penting.

Persepsi tiap sensasi tidak hanya tergantung pada organ reseptor yang sesuai ( kulit, otot, sendi atau organ dalam ) maupun integritas jalur medula spinalis dan saraf tepi, tetapi juga tergantung pada hubungan kompleks di dalam korteks serebri yang dapat dipengaruhi pikiran dan emosi subyektif. Oleh sebab itu ambang nyeri tiap individu berlainan . Bila ada gangguan fungsi tubuh , maka otak akan menerima impuls – impuls sensorik dengan kuantitas , kualitas dan pola yang berbeda dari biasanya, hasilnya adalah  “ data sensasi “ yang diekspresikan individu sebagai suatu  “gejala “.

Menurut Soedomo prinsip manajemen nyeri ada 3 hal. Pertama, Farmakologi atau penanganan dengan obat mulai anti nyeri  ringan yang dijual bebas sampai golongan narkotik yang harus dengan resep dokter untuk nyeri berat. Sebagian ahli medis menyatakan bahwa cara ini merupakan terapi yang terlazim dan terefektif untuk menanggulangi nyeri. Kedua, anestesi dan pembedahan. Tindakan anestesi dapat meringankan nyeri misalnya dengan cara suntikan lokal, sedang pembedahan baik orthopaedi atau bedah saraf dapat menanggulangi beberapa kasus seperti patah tulang belakang atau jepitan saraf. Ketiga terapi alternatif. Pada nyeri yang berkaitan erat dengan faktor psikologis seperti nyeri kronis, cukup terbantu dengan terapi fisik dan latihan atau relaksasi biofeedback, hipnosis atau stimulasi saraf transkutan ( TENS ). Bergantung kasus , terbukti terapi multi modalitas atau kombinasi ketiga cara tersebut menghasil perbaikan akan keluhan nyeri lebih baik, hingga tidak terulang kasus bunuh diri karena nyeri.